Enrekang, Sulawesi Selatan – Tiga Repeater Utama (RPU) di wilayah Enrekang—RPU Buntu Bolong , RPU Buntu Tembok, dan RPU Buntu Ranga—menjadi pusat perhatian dalam komunitas radio amatir. Namun, lonjakan aktivitas komunikasi di frekuensi tersebut membawa tantangan serius bagi ORARI Lokal Enrekang dalam mengelola kerancuan penggunaan frekuensi yang semakin kompleks.
Ketua ORARI Lokal Enrekang, Abdul Wahid Arsyad, SH – YB8EV, mengungkapkan bahwa masalah utama terletak pada ketidaktertiban sebagian pengguna. “Ada pengguna yang masih kurang memahami etika komunikasi, menggunakan frekuensi tanpa callsign resmi, atau bahkan mengganggu percakapan penting,” ujarnya. Menurutnya, hal ini menghambat fungsi utama RPU sebagai jalur komunikasi darurat dan sarana edukasi bagi para amatir radio.
Tiga RPU ini tidak hanya melayani kebutuhan komunikasi lokal tetapi juga menjadi jembatan komunikasi bagi pengguna dari wilayah sekitar. Namun, meningkatnya aktivitas komunikasi justru memperbesar risiko seperti:
- Penyalahgunaan Frekuensi: Pengguna ilegal yang masuk tanpa izin dan mengganggu stabilitas komunikasi.
- Overcrowding: Lonjakan pengguna pada jam-jam tertentu menyebabkan frekuensi menjadi terlalu padat.
- Gangguan Teknis: Penggunaan perangkat yang tidak terstandarisasi menyebabkan interferensi pada transmisi sinyal.
Dalam upaya menangani persoalan ini, ORARI Lokal Enrekang akan meluncurkan sejumlah program inovatif:
- Monitoring dan Edukasi Intensif Tim monitoring dibentuk untuk memantau aktivitas frekuensi . Selain itu, kampanye edukasi rutin diadakan melalui sesi diskusi online dan lokakarya offline.
- Kolaborasi dengan Regulator ORARI bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menindak pengguna yang melanggar aturan, termasuk memberikan sanksi tegas bagi pengguna ilegal.
- Sistem Peringatan Cepat Mengembangkan sistem peringatan otomatis pada RPU untuk memberi tahu pengguna tentang pelanggaran yang terdeteksi secara real-time.
- Pelatihan dan Pendataan Memperketat proses sertifikasi amatir radio dengan menyertakan materi terkait penggunaan frekuensi yang benar dan pemahaman kode etik.
Salah seorang anggota ORARI Lokal, Supardi, menyatakan bahwa semoga langkah-langkah ini membuahkan hasil. “Dulu, sulit sekali mendapat giliran berbicara di RPU, tapi sekarang mulai lebih tertib. Kita jadi lebih nyaman menggunakan frekuensi,” ujarnya.
Salam Hormat
Seperti apa sangsi yang di berikan kepada sang pelanggar kode etik
Untuk saat ini masih teguran lisan dan edukasi.